May 20, 2010

Kriteria Suami yang Shaleh

Kriteria Suami yang Shaleh

Oleh: Aam Amirudin    

Kriteria suami yang shaleh adalah suami yang selalu berusaha melaksanakan seluruh kewajiban secara baik dan bertanggung jawab. Apabila Anda bisa melaksanakan kewajiban-kewajiban berikut, Insya Allah Anda akan menjadi suami yang shaleh. Adapun kewajiban-kewajiban tersebut adalah,
  1. Memberikan nafkah lahir berupa sandang, pangan, dan papan sesuai kemampuan, sebagaimana firman Allah swt.,

    “Dan kewajiban ayah (suami) memberi makan dan pakaian kepada para ibu (isteri) dengan cara yang baik.” (Q.S. Al-Baqarah: 233)

    “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.” (Q.S. Ath-Thalaaq 65: 6)
  2. Memberikan nafkah batin
    Salah satu kebutuhan manusia adalah terpenuhinya hasrat biologis. Hubungan biologis akan menjadi perekat pernikahan apabila dilakukan atas dasar saling membutuhkan dan dilakukan dengan cinta. Allah swt. menetapkan bahwa suami berkewajiban memenuhi nafkah batin isteri.

    “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (Q.S. Al Baqarah: 223)

    Ayat ini sifatnya perumpamaan, Allah swt. mengumpamakan istri bagaikan kebun tempat bercocok tanam sementara suami diumpamakan sebagai orang yang akan menanam benih, maka datangilah tempat bercocok tanam itu bagaimana saja kamu kehendaki. Ayat ini menegaskan bahwa dalam melakukan hubungan intim, gaya apapun boleh dilakukan asal keduanya (suami-isteri) merasa nyaman. Yang dilarang hanya satu, yaitu tidak boleh melakukan hubungan intim lewat dubur sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ahmad dan Ash Habus-Sunan dari Abu Hurairah.

    “Terlaknatlah laki-laki yang mendatangi perempuan pada duburnya.”
  3. Memberi Bimbingan pada Keluarga
    Suami mempunyai status sebagai pemimpin dalam keluarga, karenanya ia berkewajiban memberi nafkah lahir, batin, dan memberi bimbingan agama kepada istri dan anaknya.

    “Kaum laki-laki (suami) itu adalah pemimpin bagi kaum wanita (istri), oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (suami) atas sebagian yang lain (istri), dan karena mereka (suami) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (Q.S. An-Nisaa 4: 34)

    “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Q.S.Thaahaa: 132)
  4. Memperlakukan istri secara baik dan menjaga perasaannya
    Rasulullah saw. menilai bahwa suami yang terbaik baik adalah yang paling baik pada istrinya

    “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaqnya, dan sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada istrimu.” (H.R. Tirmidzi)

    “...dan bergaullah dengan mereka secara baik...” (Q.S. An-Nisaa :19)

    “Hendaklah kamu (suami) memberi makan istri apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian kepadanya bila engkau berpakaian, dan jangan engkau pukul mukanya, dan jangan engkau jelekkan dia, dan jangan engkau jauhi melainkan di dalam rumah.” (H.R. Ahmad, Abu Daud, Nasa'i, dan yang lainnya)
Apabila empat kewajiban ini Anda kerjakan dengan sebaik-baiknya, insya Allah Anda akan menjadi suami yang ideal bagi istri dan menjadi ayah yang jadi kebanggaan anak-anaknya. Semoga! Wallahu A'lam.
__________
sumber : percikan-iman.com

KESETIAAN ISTRI TERHADAP SUAMI

KESETIAAN ISTRI TERHADAP SUAMI 

Oleh : Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq

Teguh dengan kesetiaan yang jujur merupakan sifat wanita yang paling utama. Sebuah kisah menyebutkan, bahwasanya Asma’ binti 'Umais adalah isteri Ja’far bin Abi Thalib, lalu menjadi isteri Abu Bakar sepeninggalnya, kemudian setelah itu dinikahi oleh ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu. Suatu kali kedua puteranya, Muhammad bin Ja’far dan Muhammad bin Abi Bakar saling membanggakan. Masing-masing mengatakan, “Aku lebih baik dibandingkan dirimu, ayahku lebih baik dibandingkan ayahmu.” Mendengar hal itu, ‘Ali berkata, “Putuskan perkara di antara keduanya, wahai Asma’.” Ia mengatakan, “Aku tidak melihat pemuda Arab yang lebih baik dibandingkan Ja’far dan aku tidak melihat pria tua yang lebih baik dibandingkan Abu Bakar.” ‘Ali mengatakan, “Engkau tidak menyisakan untuk kami sedikit pun. Seandainya engkau mengatakan selain yang engkau katakan, niscaya aku murka kepadamu.” Asma’ berkata, “Dari ketiganya, engkaulah yang paling sedikit dari mereka untuk dipilih” [1]
Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berwasiat agar Asma’ binti ‘Umais Radhiyallahu ‘anhuma memandikannya (saat kematiannya). Ia pun melakukannya, sedangkan ia dalam keadaan berpuasa. Lalu ia bertanya kepada kaum Muhajirin yang datang, “Aku berpuasa dan sekarang adalah hari yang sangat dingin, apakah aku wajib (harus) mandi?” Mereka menjawab, “Tidak.” Sebelumnya Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu menekankan kepadanya agar (ketika memandikannya) dia tidak dalam keadaan berpuasa, seraya mengatakan, “Itu membuatmu lebih kuat.”
Kemudian ia teringat sumpah Abu Bakar pada akhir siang, maka ia meminta air lalu meminumnya seraya mengatakan, “Demi Allah, aku tidak ingin mengiringi sumpahnya pada hari ini dengan melanggarnya” [2]
Ketika kaum pendosa lagi fasik mengepung pemimpin yang berbakti dan “sang korban pembunuhan” kaum berdosa, ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘anhu dan mereka menyerangnya dengan pedang, maka isterinya (Na'ilah binti al-Furafishah) maju ke hadapan beliau sehingga menjadi pelindung baginya dari kematian. Para pembunuh yang bengis ini tidak menghiraukan kehormatan wanita ini dan mereka terus menebas ‘Utsman dengan pedang, (namun sang isteri menangkisnya) dengan mengepalkan jari-jari tangannya, hingga jari-jarinya terlepas dari tangannya. Isterinya menggandengnya lalu terjatuh bersamanya, kemudian mereka membunuh ‘Utsman [3].
Ketika Amirul Mukminin Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu melamarnya, ia menolak seraya mengatakan, “Demi Allah, tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan kedudukan 'Utsman (sebagai suamiku) selamanya."[4]
Di antara tanda-tanda kesetiaan banyak wanita shalihah kepada suami mereka setelah kematiannya bahwa mereka tidak menikah lagi. Tidak ada yang dituju melainkan agar tetap menjadi isteri mereka di dalam Surga"[5]
Dari Maimun bin Mihran, ia mengatakan: “Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhu meminang Ummud Darda’, tetapi ia menolak menikah dengannya seraya mengatakan, ‘Aku mendengar Abud Darda’ mengatakan: ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda.
“Artinya :Wanita itu bersama suaminya yang terakhir,’ atau beliau mengatakan, ‘untuk suaminya yang terakhir"[6]
Dari ‘Ikrimah bahwa Asma’ binti Abi Bakar menjadi isteri az-Zubair bin al-‘Awwam, dan dia keras terhadapnya. Lalu Asma’ datang kepada ayahnya untuk mengadukan hal itu kepadanya, maka dia mengatakan, “Wahai puteriku, bersabarlah! Sebab, jika wanita memiliki suami yang shalih, kemudian dia mati meninggalkannya, lalu ia tidak menikah sepeninggalnya, maka keduanya dikumpulkan di dalam Surga” [7]
Dari Jubair bin Nufair, dari Ummud Darda’ bahwa dia berkata kepada Abud Darda’, “Sesungguhnya engkau telah meminangku kepada kedua orang tuaku di dunia, lalu mereka menikahkanmu denganku. Dan sekarang, aku meminangmu kepada dirimu di akhirat.” Abud Darda’ mengatakan, “Kalau begitu, janganlah menikah sepeninggalku.” Ketika Mu’awiyah meminangnya, lalu ia menceritakan tentang apa yang telah terjadi, maka Mu’awiyah mengatakan, “Berpuasalah! [8]
Ketika Sulaiman bin ‘Abdil Malik keluar dan dia disertai Sulaiman bin al-Muhlib bin Abi Shafrah dari Damaskus untuk melancong, keduanya melewati sebuah pekuburan. Tiba-tiba terdapat seorang wanita sedang duduk di atas pemakaman dengan keadaan menangis. Lalu angin berhembus sehingga menyingkap cadar dari wajahnya, maka ia seolah-olah mendung yang tersingkap matahari. Maka kami berdiri dalam keadaan tercengang. Kami memandangnya, lalu Ibnul Muhlib berkata kepadanya, “Wahai wanita hamba Allah, apakah engkau mau menjadi isteri Amirul Mukminin?” Ia memandang keduanya, kemudian memandang kuburan, dan mengatakan:
"Jangan engkau bertanya tentang keinginanku
Sebab keinginan itu pada orang yang dikuburkan ini, wahai pemuda
Sesungguhnya aku malu kepadanya sedangkan tanah ada di antara kita
Sebagaimana halnya aku malu kepadanya ketika dia melihatku”
Maka, kami pergi dalam keadaan tercengang.[9]
Di antara teladan yang pantas disebutkan sebagai teladan utama dari para wanita tersebut adalah Fathimah binti ‘Abdil Malik bin Marwan. Fathimah binti Amirul Mukminin ‘Abdil Malik bin Marwan ini pada saat menikah, ayahnya memiliki kekuasaan yang sangat besar atas Syam, Irak, Hijaz, Yaman, Iran, Qafqasiya, Qarim dan wilayah di balik sungai hingga Bukhara dan Janwah bagian timur, juga Mesir, Sudan, Libya, Tunisia, Aljazair, Barat jauh, dan Spanyol bagian Barat. Fathimah ini bukan hanya puteri Khalifah Agung, bahkan dia juga saudara empat khalifah Islam terkemuka: al-Walid bin ‘Abdil Malik, Sulaiman bin ‘Abdil Malik, Yazid bin ‘Abdil Malik dan Hisyam bin ‘Abdil Malik. Lebih dari itu dia adalah isteri Khalifah terkemuka yang dikenal Islam setelah empat khalifah di awal Islam, yaitu Amirul Mukminin ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz.
Puteri khalifah, dan khalifah adalah kakeknya
Saudara khalifah, dan khalifah adalah suaminya
Wanita mulia yang merupakan puteri khalifah dan saudara empat khalifah ini keluar dari rumah ayahnya menuju rumah suami-nya pada hari dia diboyong kepadanya dengan membawa harta termahal yang dimiliki seorang wanita di muka bumi ini berupa perhiasan. Konon, di antara perhiasan ini adalah dua liontin Maria yang termasyhur dalam sejarah dan sering disenandungkan para penya’ir. Sepasang liontin ini saja setara dengan harta karun.
Ketika suaminya, Amirul Mukminin, memerintahkannya agar membawa semua perhiasannya ke Baitul Mal, dia tidak menolak dan tidak membantahnya sedikit pun.
Wanita agung ini -lebih dari itu- ketika suaminya, Amirul Mukminin ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz wafat meninggalkannya tanpa meninggalkan sesuatu pun untuk diri dan anak-anaknya, kemudian pengurus Baitul Mal datang kepadanya dan mengatakan, “Perhiasanmu, wahai sayyidati, masih tetap seperti sedia kala, dan aku menilainya sebagai amanat (titipan) untukmu serta aku memeliharanya untuk hari tersebut. Dan sekarang, aku datang meminta izin kepadamu untuk membawa (kembali) perhiasan tersebut (kepadamu).”
Fathimah memberi jawaban bahwa perhiasan tersebut telah dihibahkannya untuk Baitul Mal bagi kepentingan kaum muslimin, karena mentaati Amirul Mukminin. Kemudian dia mengatakan, “Apakah aku akan mentaatinya semasa hidupnya, dan aku mendurhakainya setelah kematiannya? [10]
[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
__________
Foote Note
[1]. Thabaqaat Ibni Sa’ad (II/2080), Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (II/36), Siyar A’laamin Nubalaa’ (II/286); al-Ishaabah (VII/491).
[2]. Thabaqaat Ibni Sa’ad (VIII/208).
[3]. Audatul Hijaab (II/533), dan dinisbatkan kepada ad-Durrul Mantsuur fii Thabaqaat Rabaatil Khuduur (hal. 517).
[4]. Siyar A’laamin Nubalaa’ (VII/343).
[5]. ‘Audatul Hijaab (II/534).
[6]. As-Silsilah ash-Shahiihah, Syaikh al-Albani (no. 1281), shahih.
[7]. As-Silsilah ash-Shahiihah, Syaikh al-Albani (III/276), shahih.
[8]. Siyar A’laamin Nubalaa’ (IV/278).
[9]. Akhbarun Nisaa' (hal. 138), dan kitab ini dinisbatkan secara keliru kepada Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Yang benar bahwa beliau tidak pernah menulis kitab ini.
[10]. ‘Audatul Hijaab (II/538)
Ibroh:
Subhanallah, Allah telah memberikan kita tauladan yang begitu mulia, yang begitu Agung... Semoga kita menjadi wanita sholehah, menjadi istri sholehah yang senantaiasa taat terhadap suami kita, semoga Allah membuka pintu ridhoNya dan pintu surgaNya untuk kita semuanya.. Amin
Teruntuk Saudariku yang dicintai Allah, semoga Allah mengampuni seluruh kaum muslimin dan mukminin di dunia ini, dan menjadikan kita semua menjadi hamba2 yang selalu bertakwa dan berjuang untuk ridhoNya..
Teruntuk suamiku tercinta,
Jazakallah khoiron katsir suamiku, semoga Allah menjadikan keluarga kita sebagaimana keinginanmu, semoga Bunda bisa mendidik putra kita menjadi putra yang sholeh, qurrota'ayyun, dan pemimpin bagi orang2 yang bertakwa. Dan semoga Allah mengumpulkan kita sebagai keluarga dalam surgaNya Allah, sebagaimana pesanmu untukku wahai suamiku, Amin..
Ya Rabbi, kabulkanlah doa kami... Amin...
Salam rinduku untukmu suamiku, Semoga engkau ditempat yang lebih indah,Rino Cahyadi Srijaya Giyanto..

Kerendahan hati

Kerendahan hati    

Hatiku ...jujurlah...
Kalau engkau tak sanggup menjadi cemara yang kokoh di puncak bukit ...
jadilah saja belukar yang teguh di tepi jurang...
Belukar itu senantiasa istiqomah dalam perjuangannya untuk hidup.
Ia belajar dari kesehariannya untuk mendewasakan batangnya,
batangnya yang menyanggahnya untuk tidak masuk ke dalam jurang...

Hatiku...ketahuilah!!!
Ternyata untuk menjadi belukar saja itu tidak mudah!!!
Belukar harus ikhlas agar ia tak iri pada cemara...
Belukar harus tawadhu agar ia tak sombong pada rumput...
Belukar tetap belukar sampai ia bisa berjumpa dengan Penciptanya...

Kalau engkau tak sanggup jadi belukar...jadilah saja rumput,
tetapi rumput yang senantiasa memperkuat pinggiran jalan...
Kalau engkau tak sanggup menjadi langit...jadilah saja bumi,
tetapi bumi yang setia dan ikhlas untuk dipijaki oleh setiap manusia.
Tidak semua insan sanggup berbuat seperti pengemis yang tawadhu',...
izzahnya tinggi walau orang lain merendahkannya...
karena ia mempunyai HATI sehingga dekat dengan sang Robbi...

--------
Pengirim : Ries Asriyanti
Email : ries_asr2002@yahoo.com


Keajaiban Jari Jemari

Keajaiban Jari Jemari    

Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS. 36. Yaasin: 65)
Di antara ni'mat Allah yang besar kepada manusia adalah diberikannya tangan dan kaki yang sangat besar manfaat kegunaannya. Di ujung tangan itu ada jari jemari yang memiliki banyak sekali fungsi dan kegunaan. Selain untuk mengambil, meletakkan atau membawa sesuatu bersama telapak tangan jari jemari dapat mengepal, memijit, menggosok, memukul, menonjok, menjitak, memilin, memelintir, meremas, membelai, menusuk, mencengkeram, dan lain-lain.
Jari-jemari tangan kita kiri kanan masing-masing terdiri dari 5 sehingga semuanya ada 10 dan masing-masing memiliki 4 ruas (kecuali jempol = 3 ruas) sehingga jumlah keseluruhannya 38 ruas.
Tahukah anda, jumlah jari jemari anda mengandung keajaiban angka 19 ? (catatan: dengan mengabaikan ruas-ruas tulang pergelangan). Silakan anda hitung sendiri maka akan anda dapati sbb:
jari kelingking        ==> ada empat ruas
jari manis             ==> ada empat ruas
jari tengah            ==> ada empat ruas
jari telunjuk          ==> ada empat ruas
jari jempol (ibu jari) == > ada tiga  ruas
----------------------- +
( 4 + 4 + 4 + 4 + 3 ) Total jumlah = 19 ruas
Keduanya berfungsi seimbang dan dapat bekerjasama dengan baik untuk kepentingan sang pemilik. Keseluruhan ruas jari ini ini dapat ditekuk-tekuk sedemikian rupa sehingga bersama dengan telapak tangan dapat melakukan banyak aktifitas. Bila satu ruas saja bermasalah, pemiliknya pasti akan merasa susah. Jika satu saja jari Anda terkilir, dapat dipastikan Anda akan menjadi repot. Jari jemari yang posisinya seimbang itu dilengkapi dengan kuku-kuku bermanfaat. Dia bisa digunakan untuk mencubit, mengambil barang yang kecil dengan jalan mencabut, jari dan kuku juga berfungsi untuk keindahan.
Kebaikan dan Keburukan Setiap jari - ibu jari, telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking punya aktifitas masing-masing sesuai profesi pemiliknya. Ada yang sering dipakai untuk menjahit, memegang uang, memegang cangkul, mesin, mengetik, dan lain-lain. sesuai dengan jenis kerja pemiliknya. Jari jemari sangat penting bagi para olahragawan yang keahliannya menggunakan tangan dan para seniman yang berkarya dengan jemarinya.. Aktifits jari jemari memang untuk membantu manusia melaksanakan pekerjaan dan merealisasikan keinginannya.
Gerakan-gerakan jari-jemari pun memiliki makna sendiri-sendiri. Acungan jempol misalnya berarti ungkapan, "bagus" atau "hebat". Anda tidak mendapat sesuatu yang Anda inginkan atau "kecele" biasanya diistilahkan dengan "gigit jari". Jari-jemari pun jadi alat isyarat. Ketika kita menyatakan persabatan kita pun berjabat tangan yang merekatkan telapak tangan dan jari jemari kita ke tangan sahabat kita. Jari yang telunjuk yang ditaruh tegak di depan mulut berarti "Hati-hati" atau "Berhentilah bicara". Jari yang diletakkan melintang di kening menandakan bahwa pelakunya hendak memberi tahu bahwa seseorang itu tidak waras (sinting). Telunjuk yang diarahkan kepada seseorang berarti menuding. Bila kesemua jari dan telapak tangan diangkat ke atas berarti lambaian. Banyak isyarat lain dilakukan dengan jari.
Al Qur-an juga menggambarkan fungsi jari sebagai alat isyarat. Orang munafik yang menolak kebenaran dalam Al Qur-an dilukiskan sebagai orang-orang yang menyumbat kuping dengan jarinya.
Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir . (QS. 2. Al Baqarah:19)
Menyumbat telinga dengan jari dalam ayat di atas adalah kiasan menutup hati dari bimbingan hidayah Allah. Inilah kiasan terhadap orang-orang munafik yang hatinya berpenyakit dan enggan menerima kebenaran.
Para koruptor menggunakan jari jemarinya untuk memindahkan angka-angka hitungan uang dalam memanipulasi para pemeriksa keuangan di tempatnya bekerja. Jempol dan telunjuk digunakan menulis dengan pulpen atau pinsil di atas kertas. Seorang direktur menandatangani surat-surat penting dengan pulpennya. para pelajar mencatat pelajaran, para pelukis menggambar di atas kanvas, dan lain-lain.
Jari jemari digunakan untuk keburukan misalnya oleh para pengarang yang mengotak-ngatik tulisan sehingga menyesatkan orang lain. Ujung jari-jemarinya digunakan untuk menekan tuts huruf di atas keyboard ketika membuat tulisan yang membangkitkan selera rendah orang lain. Seorang pembunuh yang menggunakan pistol memakai telunjuknya untuk menarik picu pistolnya sehingga pistol itupun memuntahkan peluru. Para penjahat dan pelaku kecurangan menggunakan jari jemari dalam menjalankan aksinya,
Sebaliknya jari jemari juga dilakukan untuk kebaikan dan ibadah kepada Allah. Dengan jari jemari Anda dapat menolong orang lain. Anda yang sedang berzikir kepada Allah juga menggunakan jari jemari untuk menghitung puji-pujian terhadap Allah. Jumlah kalimat thoyyibah : Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar biasanya dihitung masing-masing 33 kali sedangkan istighfar dan Laa ilaha-illallah 100 kali sehingga mudah dilakukan dengan menekan jari jemari yang berjumlah 30 dan ditambah 3. Ketika Anda berdiri dalam sholat jari-jari tangan sebelah kanan di taruh di atas tangan kiri. Jari telunjuk pun diacungkan ketika seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat di dalam sholatnya. Karena itu jari jemari ini tahu persis apa yang telah dilakukan pemiliknya.. Apakah jari Anda digunakan berdzikir, bersyahadat ataupun melaksanakan ibadah lainnya. Apakah dia membuat kebaikan ataukah keburukan, semua ada balasannya.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. 9. Az Zalzalah:7-8)
Menjadi Saksi Kendati banyak sekali fungsi dan perannya, jari jemari tidak menentukan segalanya dalam aktifitas hidup manusia. Sebab pengendali utama hidup manusia adalah hatinya. Jika hatinya sehat manusia menjadi baik. Jika harinya berpenyakit maka perbuatannya pun akan buruk. Jari jemari melakukan tugas yang diperintahkan otak manusia. Otak ini dikendalikan hati yang terdapat di dalam dada. Dengan sangat indah Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wa Sallam menggambarkan bahwa hati mukmin berada di antara jemari Ar Rahmaan
Maksudnya Allah teramat dekat dengan manusia sehingga sewaktu-waktu dapat membolak-balik hatinya dari posisi beriman menjadi kufur atau dari kufur menjadi mukmin. Setiap muslim dituntut memelihara imannya dan berdo'a kepada Allah,
Ya Allah yang mampu membolak-balik hati teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu (Al hadits)
Muslim hendaknya memelihara keteguhan hatinya di dalam agama Allah dan mencegah jari jemarinya dari perbuatan durhaka. Sebab, jari jemari itu akan menjadi saksi atas apa yang diperbuat pemiliknya. Al Qur-an menyatakan tentang kondisi hari kiamat dimana jari jemari manusia yang telah hancur bercampur tanah akan dikembalikan,
Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna. (QS. 75. Al Qiyamah:4)
Inilah penggambaran yang sempurna tentang kehidupan sesudah mati. Allah akan menyusun kembali tulang belulang manusia yang berserakan. Bahkan setiap ruas jari-jemari akan kembali utuh sebagaimana semula.. Si empunya jari jemari itu pun dituntut pertanggungjawaban terhadap apa yang telah diperbuat nya.
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS. 36. Yaasin:65)
Tidak itu saja, persaksian terhadap sikap, ucapan, dan perilaku bukan hanya disampaikan oleh jari jemari tetapi juga oleh kulit manusia. Karena seperti halnya jari jemari setiap sel kulit akan kembali seperti semula untuk memberikan persaksian terhadap apa yang diperbuat oleh pemiliknya...
Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 41. Fushshilat:20)
Mukjizat Allah, tanda 99 (Asmaul Husna) pada telapak tangan anda
Tahukah sahabat, garis utama kedua telapak tangan kita, (lihat attachment), bertuliskan dalam angka Arab yaitu : |/\ pada telapak tangan kanan, artinya : 18 dan /\| pada telapak tangan kiri, artinya : 81
Jika kedua angka ini dijumlahkan, 18+81 = 99, 99 adalah jumlah nama/sifat Allah, Asmaul Husna yang terdapat dalam Al-Quran !
Bila 18 dan 81 ini dirangkaikan, maka terbentuk angka 1881. Angka ini adalah angka kelipatan 19 yang ke-99 ! ( 19 x 99 = 1881 )
Seperti diketahui angka 19 adalah fenomena tersendiri dalam Al-Quran, yang merupakan bukti kemukjizatan al-Quran.
Tahukah anda, bahwa ruas-ruas tulang jari (tapak tangan maupun telapak kaki) anda, terkandung jejak-jejak nama Allah, tuhan yang sebenar pencipta alam semesta ini. Kalau nggak percaya bisa didemonstrasikan. Silakan perhatikan salah satu tapak tangan anda (bisa kanan bisa kiri). Perhatikan lagi dengan seksama:
jari kelingking                          ==> membentuk huruf alif
jari manis, jari tengah, & jari telunjuk == > membentuk huruf lam (double)
jari jempol (ibu jari)                   ==> membentuk huruf ha'
Jadi jika digabung, maka bagi anda yang mengerti huruf Arab akan mendapati bentuk tapak tangan itu bisa dibaca sebagai Allah (dalam bahasa Arab).
Maka benarlah firman Allah SWT : "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?" QS. Fushshilat 41:53
 KEAJAIBAN SIDIK JARI
Ilmu pengetahuan modern menyingkap banyak hal yang membuat keimanan seorang mukmin terhadap keterangan Al Qur-an semakin mantap. Ayat-ayat Allah di dalam Al Qur-an menjadi benar-benar jelas tergambar dan terbukti kebenarannya manakala kita melihat bukti-bukti nyata dalam alam semesta dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Dalam kasus pembunuhan misalnya, Polisi dapat mengidentifikasi kejahatan berdasarkan sidik jari yang ditinggalkan oleh pelaku di tubuh korban. Hal ini disebabkan struktur sidik jari setiap orang berbeda satu dengan lainnya. Bila kelak penjahat itu telah ditemukan maka untuk membuktikan kejahatannya sidik jarinya akan dicocokkan dengan sidik jari yang ada dalam tubuh korban.. Maka si penjahat tidak dapat memungkiri perbuatannya di hadapan polisi.
Karena itu pula seorang yang mau menggunakan ATM (Anjungan tunai Mandiri) di masa depan mungkin tidak perlu lagi menggunakan kode-kode PIN yang perlu dia ingat. Cukup dengan menaruh telapak tangan di atas mesin yang dapat mengidentifikasi dirinya. Jumlah uang yang diinginkan pun tidak perlu ditekan-tekan lagi tetapi cukup dengan diucapkan dan komputer akan menerjemahkannya dalam bahasa angka. Berapa jumlah uang yang Anda minta akan diberikan dan uang di rekening Anda akan dipotong dengan sendirinya.
Pintu rumah di zaman yang akan datang tidak perlu lagi dikunci dengan alat kunci tradisional tetapi bisa dibuka oleh alat sensor yang hanya mengenal jari-jari orang tertentu saja... Demikian juga stir mobil akan mengenal hanya pengemudi tertentu saja karena ada sensor yang mengenal jari pemiliknya.
Keistimewaan pada jari jemari manusia menunjukkan kebenaran firman Allah yang menyatakan bahwa segala sesuatu ada bekasnya. Allah tidak akan menyia-nyiakan bekas-bekas ini untuk dituntut di yaumil akhir nanti.
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 36. Yaasin:12)

KEAJAIBAN HIDUP

KEAJAIBAN HIDUP

Pada suatu hari sepasang suami istri sedang makan bersama di rumahnya. Tiba-tiba pintu rumahnya diketuk seorang pengemis. Melihat keadaan si pengemis itu, si istri merasa terharu dan dia bermaksud hendak memberikan sesuatu. Tetapi sebelumnya, sebagai seorang wanita yang sholihat dan patuh pada kepada suaminya, dia meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya, "Wahai suamiku, bolehkah aku memberi makanan kepada pengemis itu?"
Rupanya suaminya memiliki karakter yang berbeda dengan wanita itu. Dengan suara lantang dan kasar menjawab, "Tidak usah! Usir saja dia, dan tutup kembali pintunya!"
Si wanita terpaksa tidak memberikan apa-apa kepada pengemis tadi sehingga dia berlalu dan kecewa.
Pada suatu hari yang naas perdagangan lelaki ini jatuh bangkrut. Kekayaannya habis dan ia menderita banyak hutang. Selain itu, karena ketidakcocokan sifat dengan istrinya, rumah tangganya menjadi berantakan sehingga terjadilah perceraian.
Tak lama sesudah habis masa iddahnya bekas istri lelaki yang pailit itu menikah lagi dengan seorang pedagang di kota dan hidup berbahagia. Pada suatu hari ketika wanita itu sedang makan dengan suaminya (yang baru), tiba-tiba ia mendengar pintu rumahnya diketuk orang. Setelah pintunya dibuka ternyata tamu tak diundang itu adalah seorang pengemis yang sangat mengharukan hati wanita itu. Maka wanita itu berkata kepada suaminya, "Wahai suamiku, bolehkah aku memberikan sesuatu kepada pengemis ini?" Suaminya menjawab, "Berikan makan pengemis itu!".
Setelah memberi makanan kepada pengemis itu istrinya masuk ke dalam rumah sambil menangis. Suaminya dengan perasaan heran bertanya kepadanya, "Mengapa engkau menangis? Apakah engkau menangis karena aku menyuruhmu memberikan daging ayam kepada pengemis itu?".
Wanita itu menggeleng halus, lalu berkata dengan nada sedih, "Wahai suamiku, aku sedih dengan perjalanan taqdir yang sungguh menakjubkan hatiku. Tahukah engkau siapa pengemis yang ada di luar itu? Dia adalah suamiku yang pertama dulu".
Mendengar keterangan istrinya demikian, sang suami sedikit terkejut, tapi segera ia balik bertanya, "Dan engkau, tahukah engkau siapa aku yang kini menjadi suamimu ini? Aku adalah pengemis yang dulu diusirnya!".
-------------------
disadur dari Lembaran Da'wah Keluarga MARHAMAH edisi 493 Th. IX 1422 H / 2001 M

Karekteristik Ayah

Karekteristik Ayah   

Oleh: Rudy Himawan

Seorang Muslim sudah semestinya memikirkan masa depan dengan melakukan invesment -bukan dengan stock portofolio, 401K, rumah ataupun saving account, tetapi dengan shodaqoh jariyah, menyebarkan ilmu yang bermanfaat, dan membina anak yang sholeh/-ah.  Ketiga aktivitas ini ternyata tercakup dalam proses pendidikan anak dan apalagi Alhamdulillah banyak diantara kita yang telah dikaruniai anak, sehingga saya tergerak untuk merangkum 6 karakteristik kepribadian seorang ayah idaman. 
1. Keteladanan
Suatu pagi, saya terperanjat ketika melihat cara putriku memakai sepatunya. Ia langsung memasukkan kakinya ke dalam sepatu tanpa melepas talinya. Rupanya selama ini ia memperhatikan bagaimana cara saya memakai sepatu. Karena malas membuka simpul tali sepatu, sering kali saya langsung memakainya tanpa membuka dan mengikat simpul tali sepatu.  Saya berusaha melarangnya dengan memberikan penjelasan bhw cara memakai sepatu seperti itu bisa mengakibatkan sepatu cepat rusak.  Namun hasilnya nihil. Ini merupakan satu contoh nyata bhw anak, terutama pada usia dini, mudah sekali mencontoh orangtuanya.  Tidak perduli apakah itu benar atau salah. Nasehat kita tidak ada manfaatnya, jika kita tetap melakukan apa yang kita larang. 
Apakah kita sudah memberikan teladan yang terbaik kepada anak-anak kita? Apakah kita lebih sering nonton TV dibandingkan membaca Al-Quran atau buku lain yang bermanfaat? Apakah kita lebih sering makan sambil jalan dan berdiri dibandingkan sambil duduk dengan membaca Basmallah? Apakah kita sholat terlambat dengan tergesa-gesa dibandingkan sholat tepat waktu? Apakah bacaan surat kita itu-itu saja?
Allah SWT berfirman dalam surat ash-shaff 61:2-3:
"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?  Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. "
Allah SWT juga mengingatkan untuk tidak bertingkah laku seperti Bani Israil dalam firmanNya dalam surat Al-Baqoroh 2:44
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?"
2. Kasih Sayang dan Cinta
Kehangatan, kelembutan, dan kasih sayang yang tulus merupakan dasar penting bagi pendidikan anak.  Anak-anak usia dini tidak tahu apa namanya, tapi dengan fitrahnya mereka bisa merasakannya.  Lihatnya bagaimana riangnya sorot mata dan gerakan tangan serta kaki seorang bayi ketika ibunya akan mendekap dan menyusuinya dengan penuh kasih sayang.  Bayi kecilpun sudah mampu menangkap raut wajah yang selalu memberikan kehangatan, kelembutan, dan kasih sayang dengan tulus, apalagi mereka yang sudah lebih besar. 
Rasulullah SAW pada banyak ahadith digambarkan sebagai sosok ayah, paman, atau kakek yang menyayangi dan mengungkapkan kasih sayangnya yang tulus ikhlas kepada anak-anak.  Sebuah kisah yang menarik yang diceritakan oleh al-Haitsami dalam Majma'uz  Zawa'id dari Abu Laila.
Dia berkata: "Aku sedang berada di dekat Rasulullah SAW.  Pada saat itu aku melihat al-Hasan dan al-Husein sedang digendong beliau.  Salah seorang diantara keduanya kencing di dada dan perut beliau.  Air kencingnya mengucur, lalu aku mendekati beliau.  Rasulullah SAW bersabda, 'Biarkan kedua anakku, jangan kau ganggu mereka sampai ia selesai melepaskan hajatnya.'  Kemudian Rasulullah SAW membawakan air." Dalam riwayat lain dikatakan, 'Jangan membuatnya tergesa-gesa melepaskan hajatnya.'
Bagaimana dengan kita? Sudahkan kita ungkapkan kecintaan kita yang tulus kepada anak-anak kita hari ini?
3. Adil
Siapa yang belum pernah dengar kata sibling rivalry dan favoritism? Jika belum dengar, maka ketahuilah! Siapa tahu kita termasuk orang yang telah melakukannya.  Seringkali kita terjebak oleh perasaan kita sehingga kita tidak berlaku adil, misalnya karena anak kita yang satu lebih penurut dibandingkan anak yang lain atau karena kita lebih suka anak perempuan daripada anak laki-laki dll.
Rasulullah SAW bersabda: "Berlaku adillah kamu di antara anak-anakmu dalam pemberian." (HR Bukhari)
Masalah keadilan ini dikedepankan untuk mencegah timbulnya kedengkian diantara saudara.  Para ahli peneliti pendidikan anak berkesimpulan bahwa faktor paling dominan yang menimbulkan rasa hasad/ dengki dalam diri anak adalah adanya pengutamaan saudara yang satu di antara saudara yang lainnya.
Anak sangat peka terhadap perubahan perilaku terhadap dirinya.  Jika kita lepas kontrol, sesegera mungkin untuk memperbaiki, karena anak yang diperlakukan tidak adil bisa menempuh jalan permusuhan dengan saudaranya atau mengasingkan diri (menutup diri dan rendah diri).
4. Pergaulan dan Komunikasi
Seringkali kita berada dalam satu ruangan dengan anak-anak, tapi kita tidak bergaul dan berkomunikasi dengan mereka.  Kita asyiik membaca koran, mereka asyiik main video game, atau nonton TV.
Banyak ahadith yang menggambarkan bagaimana kedekatan pergaulan Rasulullah SAW dengan anak-anak dan remaja.  Beliau bercanda dan bermain dengan mereka.
Bagaimana dengan kita yang sudah sibuk kuliah sambil bekerja plus 'ngurusin' IMSA (**smile**)? Mana ada waktu untuk bercengkrama dengan anak-anak? Sebenarnya ada waktu, jika kita mengetahui strateginya. Misalnya, sewaktu menemani anak bermain CD pendidikan di komputer, kita bisa menjelaskan cara mengerjakan/bermainnya, lalu memberi contoh sebentar, lantas bisa kita tinggalkan. Begitu pula dengan buku bacaan dan permainan lainnya.  Repotnya ada sebagian ayah yang tidak mau berkumpul dengan anak-anak, terutama yang menjelang dewasa karena takut  kehilangan wibawa atau kharismanya.  Ini pandangan yang keliru.  Yang lebih tepat adalah kita jaga keseimbangan, artinya kita tidak boleh terlalu kaku  dalam memegang kekuasaan dan kharisma, tetapi juga tidak boleh terlalu longgar.
5. Bijaksana Dalam Membimbing
Rasulullah SAW bersabda: "... Binasalah orang-orang yang berlebihan ..."   (HR Muslim). 
Jadi metoda yang paling bijaksana dalam mendidik dan mengarahkan anak adalah yang konsisten dan  pertengahan - seimbang, yakni tidak membebaskan anak sebebas-bebasnya dan tidak mengekangnya; jangan terlalu sering menyanjung, namun juga jangan terlalu sering mencelanya. Bila ayah memerintahkan sesuatu kepada anaknya, hendaknya ayah melakukannya dengan hikmah, penuh kasih sayang, dan tidak lupa membumbuinya dengan canda seperlunya.  Jelaskan hikmah dan manfaatnya, sehingga anak termotivasi untuk melakukannya.  Jangan lupa juga untuk memperhatikan kondisi anak dalam melaksanakan perintah atau aturan tersebut.
Imam Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa melatih pribadi perlu kelembutan, tahapan dari kondisi yang satu ke kondisi yang lain, tidak menerapkan kekerasan, dan berpegang pada prinsip pencampuran antara rayuan dan ancaman.
6. Berdoa
Para nabi selalu berdoa dan memohon pertolongan Allah untuk kebaikan keturunannya.
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala." (Ibrahim:35) "Segala puji bagi Allah yang telah menganugrahkan kepadaku di hari  tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku." (Ibrahim:39-40)

KAEDAH DALAM BERHIAS

KAEDAH DALAM BERHIAS  

Sumber : Ngaji Salaf 2000  

Berhias adalah hal yang lumrah dilakukan oleh seorang manusia, entah lelaki atau wanita bahkan banci. Islam sebagai agama yang sesuai dengan naluri manusia tentu saja tidak menyepelekan masalah berhias.Sehingga masalah berhias ini tentu saja sudah di bahas dalam syareat Islam. Sehingga berhias ini bisa menjadi amal shaleh ataupun amalan salah, tergantung sikap kita mau atau tidak mengindahkan kaedah syareat tentang berhias.
Untuk itu semoga bermanfaat, bila penulis tuturkan disini beberapa kaedah dan disiplin dalam berhias yang dibolehkan, agar dapat menjadi barometer setiap kali wanita akan berhias, baik dengan menggunakan hiasan klasik maupun moderen, dimana para ulama belum menyebutkan pendapat tentang hiasan itu. Penulis tuturkan dengan memohan pertolonggan kepada Allah :
Kaedah pertama: Hendaknya cara berhias itu tidak dilarang daslam agama kita segala bentuk perhiasan yang dilarang oleh Allah dan Rasulnya, berarti haram, baik Rasulullah telah menjelaskan bahayanya kepada kita maupun tidak.
Kaedah kedua: Tidak mengandung penyerupaan diri dengan orang kafir ini kaedah terpenting yang harus dicermati dalam berhias. Batas peyerupaan diri yang diharamkan adanya kecendrungan hati dalam segala hal yang telah menjdi ciri khas orang kafir, karena kagum dengan mereka sehingga hendak meniru mereka, baik dalam cara berpakaian, penampakan, dan lain-lain.kalaupun pelakunya mengaku tidak bermaksud menirukan orang kafir, namun penyebabnya tetap hanyalah kekerdilan dirinya dan hilangnya jati diri sebagai muslim yang berasal dari kelemahan dari akidahnya. Anehnya, seorang muslim terkadang mengamalkan suatu amalan yang memiliki dasar dalam ajaran syariat kita,tetapi kemudian ia berdosa dalam melakukannya, karena ia berniat menirukan orang kafir. Contohnya, seorang laki-laki yang membiarkan panjang jenggotnya. membiarkan jenggot menjadi panjang pada dasarnya adalah salah satu dari syar islam bagi kaum laki-laki. tetapi ada sebagian laki-laki yang membiarkan pannjangkan jenggotnya karena mengikuti mode dan meniru mentah-mentah orang barat. ia berdosa dengan perbuatannya itu karena. Seperti penulis mengenal seorang pemuda yang baru datang dari barat dengan jenggotnya yang panjang, menurut tren/kecenderungan mode orang-orang barat ketika dia tahu bahwa di negrinya jenggot merupakan syiar islam dan juga syiar orang shalih dan mengerti agama, segera ia memotomg jenggot!! Contohnya dikalanggan wanita, memanjangkan ujung pakaian. Perbuatan itu (yakni memanjangkan ujung satu jengkal atau satu hasta )adalah termasuk sunnah-sunah bagi kaum wanita yang telah ditinggalkan orang pada masa sekarang ini. Tetapi ketika orang-orang kafir juga melakukannya pada beberapa acara resmi mereka sebagaian kaum muslimin yang sudah ternodai pikiran mereka menganggap itu sebagai kebiasaan yang bagus, dan merekapun mengikutinya, untuk meniru orang-orang kafir tersebut. Sebaliknya, diselain acara-acara khusus tersebut mereka kembali kepada kebiasaan orang kafir dengan mengenakan pakaian mini/ketat atau You Can See !!! dalam dua kesempatan itu mereka tetap berdosa.
Kaedah ketiga: Jangan sampai menyerupai kaum lelaki dalam segala sisinya.
Kaedah keempat: Jangan berbentuk permanen sehingga tidak hilang seumur hidup
Kaedah kelima: Jangan mengandung pengubahan ciptaan Allah subhanahu wa ta'ala
Kaedah keenam: Jangan mengandung bahaya terhadap tubuh.
Kaedah ketujuh: Jangan sampai menghalangi masuknya air ke kulit,atau rambut terutama yang sedang tidak berhaid
Kaedah kedelapan: Jangan mengandung pemborosan atau mebuang-membuang uang.
Kaedah kesembilan: Jangan membuang- buang waktu lama dalam arti, berhias itu menjadi "perhatian utama" seorang wanita
Kaedah kesepuluh: Penggunaannya jangan sampai membuat si wanita takabur, sombong dan membanggakan diri dan tinggi hati dihadapan orang lain
Kaedah kesebelas: Terutama, dilakukan untuk suami. boleh juga ditampakkan dihadapan yang halal melihat perhiasannya sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur'an ayat 31 dari surat An-Nur
Kaedah keduabelas: Jangan bertentangan dengan fitrah
Kaedah ketigabelas: Jangan sampai menampakan aurat ketika dikenakan. Aurat wanita dihadapan sesama wanita adalah dari mulai pusar hingga lutut namun itu bukan berarti seorang wanita bisa dengan wanita menampakan perut punggung atau betisny dihadapan sesama wanita tetapi maksudnya adlah bila diperlukan, seperti ketika hendak menyusukan anak atau mengangkat kain baju unutk satu keperluan sehinggan sebagian betisnya terlihat, dst. Adapu bila ia sengaja melakukannay karena mengikuti mode dan meniru wanita-wanita kafir, tidak dibolehkan.Wallahu'alam. dan terhadap kaum laki-laki adalah seluruh tubuhnya tanpa terkecuali..
Kaedah keempat belas: Meskipun secara emplisit , janggan sampai menampakan postur wanita bagi laki yang bukan mukhrim menampakan diri wanita dan menjadikannya berbeda dari wanita lain, sehingga menjadi pusat perhatian. itulah yang dinamakan : jilbab modis.
Kaedah kelima belas: Jangan sampai meninggalkan kewajibannya, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian wanita pada malam penggantin mereka atau pada berbagai kesempatan lainnya.
Inilah beberapa kaedah penting bagi wanita dalam berhias sebatas yang nampak bagi penulis dari nash-nash syari'at dan pernyataan para ulama hendaknya setiap wanita menghadapkan diri kepada masing-masing kaedah ini ketika berhias. Satu saja yang hilang, maka berati ia dilarang berhias dengan cara itu. Wallahua 'alam
_____
Diambil dan digubah dari : Muahammad bin Abdul aziz Al-Musnid, 1421 H.Indahnya Berdhias, ed.2 Darul Haq, Jakarta hal :128-132

Jika Kau Menjadi Istriku Nanti

Jika Kau Menjadi Istriku Nanti    

Oleh: Abu Aufa

Jika seorang lelaki ingin menarik hati seorang wanita, biasanya yang ditebarkan adalah berjuta-juta kata puitis bin manis, penuh janji-janji untuk memikat hati, "Jika kau menjadi istriku nanti, percayalah aku satu-satunya yang bisa membahagiakanmu," atau "Jika kau menjadi istriku nanti, hanya dirimu di hatiku" dan "bla...bla...bla..." Sang wanita pun tersipu malu, hidungnya kembang kempis, sambil menundukkan kepala, "Aih...aih..., abang bisa aja." Onde mande, rancak bana !!!
Lidah yang biasanya kelu untuk berbicara saat bertemu gebetan, tiba-tiba jadi luwes, kadang dibumbui 'ancaman' hanya karena keinginan untuk mendapatkan doi seorang. Kalo ada yang coba-coba main mata ama si doi, "Jangan macem-macem lu, gue punya nih!" Amboi... belum dinikahi kok udah ngaku-ngaku miliknya dia ya? Lha, yang udah nikah aja ngerti kalo pasangannya itu sebenarnya milik Allah SWT.
Emang iya sih, wanita biasanya lebih terpikat dengan lelaki yang bisa menyakinkan dirinya apabila ntar udah menikah bakal selalu sayang hingga ujung waktu, serta bisa membimbingnya kelak kepada keridhoan Allah SWT. Bukan lelaki yang janji-janji mulu, tanpa berbuat yang nyata, atau lelaki yang gak berani mengajaknya menikah dengan 1001 alasan yang di buat-buat.
Kalo lelaki yang datang serta mengucapkan janjinya itu adalah seseorang yang emang kita kenal taat ibadah, akhlak serta budi pekertinya laksana Rasulullah SAW atau Ali bin Abi Thalib r.a., ini sih gak perlu ditunda jawabannya, cepet-cepet kepala dianggukkan, daripada diambil orang lain, iya gak? Namun realita yang terjadi, terkadang yang datang itu justru tipe seperti Ramli, Si Raja Chatting, atau malah Arjuna, Si Pencari Cinta, yang hanya mengumbar janji-janji palsu, lalu bagaimana sang wanita bisa percaya dan yakin dengan janjinya?
Nah...
Berarti masalahnya adalah bagaimana cara kita menjelaskan calon pasangan untuk percaya dengan kita? Pusying... pusying... gimana caranya ya? Ih nyantai aja, semua itu telah diatur dalam syariat Islam kok, karena caranya bisa dengan proses ta'aruf. Apa sih yang harus dilakukan dalam ta'aruf? Apa iya, seperti ucapan janji-janji seperti diatas?
Ta'aruf sering diartikan 'perkenalan', kalau dihubungkan dengan pernikahan maka ta'aruf adalah proses saling mengenal antara calon laki-laki dan perempuan sebelum proses khitbah dan pernikahan. Karena itu perbincangan dalam ta'aruf menjadi sesuatu yang penting sebelum melangkah ke proses berikutnya. Pada tahapan ini setiap calon pasangan dapat saling mengukur diri, cocok gak ya dengan dirinya. Lalu, apa aja sih yang mesti diungkapkan kepada sang calon saat ta'aruf?
1. Keadaan Keluarga
Jelasin ke calon pasangan tentang anggota keluarga masing-masing, berapa jumlah sodara, anak keberapa, gimana tingkat pendidikan, pekerjaan, dll. Bukan apa-apa, siapa tahu dapat calon suami yang anak tunggal, bokap ama nyokap kaya 7 turunan, sholat dan ibadahnya bagus banget, guanteng abis, lagi kuliah di Jepang (ehm), pokoknya selangit deh! Kalo ketemu tipe begini, sebelum dia atau mediatornya selesai ngomong langsung kasih kode, panggil ortu ke dalam bentar, lalu bilang "Abi, boljug tuh kaya' ginian jangan dianggurin nih. Moga-moga gak lama lagi langsung dikhitbah ya Bi, kan bisa diajak ke Jepang!" Lho? :D
2. Harapan dan Prinsip Hidup
Warna kehidupan kelak ditentukan dengan visi misi suatu keluarga lho, terutama sang suami karena ia adalah qowwan dalam suatu keluarga. Sebagai pemimpin ia laksana nahkoda sebuah bahtera, mau jalannya lempeng atau sradak-sruduk, itu adalah kemahirannya dalam memegang kemudi. Karena itu setiap calon pasangan kudu tau harapan dan prinsip hidup masing-masing. Misalnya nih, "Jika kau menjadi istriku nanti, harapanku semoga kita semakin dekat kepada Allah" atau "Jika kau menjadi istriku nanti, mari bersama mewujudkan keluarga sakinah, rahmah, mawaddah." Kalo harapan dan janjinya seperti ini, kudu' diterima tuh, insya Allah janjinya disaksikan Allah SWT dan para malaikat. Jadi kalo suatu saat dia gak nepatin janji, tinggal didoakan, "Ya Allah... suamiku omdo nih, janjinya gak ditepatin, coba deh sekali-kali dianya...," hush...! Gak boleh doakan suami yang gak baik lho, siapa tahu ia-nya khilaf kan?
3. Kesukaan dan Yang Tidak Disukai
Dari awal sebaiknya dijelasin apa yang disukai, atau apa yang kurang disukai, jadinya nanti pada saat telah menjalani kehidupan rumah tangga bisa saling memahami, karena toh udah dijelaskan dari awalnya. Dalam pelayaran bahtera rumah tangga butuh saling pengertian, contoh sederhananya, istri yang suka masakan pedas sekali-kali masaknya jangan terlalu pedas, karena suaminya kurang suka. Suami yang emang hobinya berantakin rumah (karena lama jadi bujangan), setelah menikah mungkin bisa belajar lebih rapi, dll. Semua ini menjadi lebih mudah dilakukan karena telah dijelaskan saat ta'aruf. Namun harus diingat, menikah itu bukan untuk merubah pasangan lho, namun juga lantas bukan bersikap seolah-olah belum menikah. Perubahan sikap dan kepribadian dalam tingkat tertentu wajar aja-kan? Dan juga hendaknya perubahan yang terjadi adalah natural, tidak saling memaksa.
4. Ketakwaan Calon Pasangan
Apa yang terpenting pada saat ta'aruf? Yang mestinya menduduki prioritas tertinggi adalah bagaimana nilai ketakwaan lelaki tersebut. Ketakwaan disini adalah ketaatan kepada Allah SWT lho, bukan nilai 'KETAKutan WAlimahAN' :D Karena apabila seorang lelaki senang, ia akan menghormati istrinya, dan jika ia tidak menyenanginya, ia tidak suka berbuat zalim kepadanya. Gimana dong caranya untuk melihat lelaki itu bertakwa atau tidak? Tanyakan kepada orang-orang yang dekat dengan dirinya, misalnya kerabat dekat, tetangga dekat, atau sahabatnya tentang ketaatannya menjalankan ketentuan pokok yang menjadi rukun Iman dan Islam dengan benar. Misalnya tentang sholat 5 waktu, puasa Ramadhan, atau pula gimana sikapnya kepada tetangga atau orang yang lebih tua, dan lain-lain. Apalagi bila lelaki itu juga rajin melakukan ibadah sunnah, wah... yang begini ini nih, 'calon suami kesayangan Allah dan mertua.'
Inget lho, ta'aruf hanyalah proses mengenal, belum ada ikatan untuk kelak pasti akan menikah, kecuali kalau sudah masuk proses yang namanya khitbah. Nah kadang jadi 'penyakit' nih, karena alasan "Kan masih mau ta'aruf dulu..." lalu ta'rufnya buanyak buanget, sana-sini dita'arufin. Abis itu jadi bingung sendiri, "Yang mana ya yang mau diajak nikah, kok sana-sini ada kurangnya?"
Wah..., kalo nyari yang mulia seperti Khadijah, setaqwa Aisyah atau setabah Fatimah Az-Zahra, pertanyaannya apakah diri ini pun sesempurna Rasulullah SAW atau sesholeh Ali bin Abi Thalib r.a.? Nah lho...!!!
Apabila hukum pernikahan seorang laki-laki telah masuk kategori wajib, dan segalanya pun telah terencana dengan matang dan baik, maka ingatlah kata-kata bijak, 'jika berani menyelam ke dasar laut mengapa terus bermain di kubangan, kalau siap berperang mengapa cuma bermimpi menjadi pahlawan?'
Ya akhi wa ukhti fillah,
Semoga antum segera dipertemukan dengan pasangan hidup, dikumpulkan dalam kebaikan, kebahagiaan, kemesraan, canda tawa yang tak putus-putusnya mengisi rongga kehidupan rumah tangga. Kalaupun nanti ada air mata yang menetes, semoga itu adalah air mata kebahagiaan, tanda kesyukuran kepada Allah SWT karena Ia telah memberikan pasangan hidup yang selalu bersama mengharap keridhoan-Nya, aamiin allahumma aamiin.
Barakallahulaka barakallahu'alaika wajama'a bainakuma fii khairin.
Wallahu a'lam bishowab,
*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah,

Istriku, Maafkan Suamimu

Istriku, Maafkan Suamimu 

Sumber: Dikutip dari Artikel Buletin An-Nur (Al Sofwah)

Permintaan maaf adalah kata yang selayaknya sering diucapkan untuk melanggengkan hubungan suami isteri, sehingga bahtera rumah tangga berhasil mencapai tujuan.
"Duhai sayang, maafkan saya"... "Aku tiada bermaksud demikian"... "Aku telah salah dalam memberikan hakmu" ... adalah ungkapan-ungkapan yang sering kita gunakan tetapi memiliki satu makna, yaitu meminta maaf yang merupakan terminal yang pasti akan kita lalui dalam melanggengkan kehidupan suami istri dari keruntuhan dan kehancuran.
Sesungguhnya suami isteri secara bersama, masing-masing memiliki saham dalam keberhasilan dan kebahagiaan keluarganya, lalu kenapa salah seorang di antara mereka berdua memunculkan kalimat "kebencian" pada saat muncul masalah!!! Andai salah seorang dari mereka berdua berbuat salah, lalu ia meminta maaf kepada pasangannya, apakah hal ini akan menghinakan dirinya?
  1. Jika seperti itu sikap suami isteri, tentulah kehidupan mereka akan mengalami satu dari dua hal:
  2. mungkin akan langgeng rumah tangganya tetapi kurang harmonis dan banyak perselisihan,
  3. dan mungkin juga akan berujung kepada hancurnya kehidupan suami isteri, cerai.
Kehidupan suami isteri itu ibarat sebuah kapal yang sedang berlayar, padanya ada nahkoda dan awak kapal. Semua yang ada di dalam kapal itu bahu-membahu berusaha menyelamat kan kapal yang mereka tumpangi pada saat saat kapal ditimpa badai agar semuanya selamat dan sampai ke "pulau idaman".
Demikian juga halnya suami, Allah menjadikannya sebagai pemimpin bahtera rumah tangga, pelindung, dan pengayom bagi keluarga, bertanggung jawab atas kehidupan mereka. Kepemimpinan yang diembannya itu adalah tugas,bukan intimidasi atas kesewenang-wenangan.
Maka suami yang baik adalah orang yang memahami kebutuhan dan perasaan isterinya, dan menjadikan tampuk kepemimpinannya penuh dengan kasih sayang, kesejukan dan kedewasaan, tidak mudah emosi, namun tetap tegas pada saat harus bersikap tegas !!!
Akan tetapi, sebagian suami yang meremehkan tugas ini memahami, bahwa meminta maaf kepada istri akan menghinakan dirinya sebagai laki-laki, bahkan ia berpendirian bahwa kemuliaannya tidak membolehkan dirinya untuk mengucapkan kalimat "Istriku, maafkan aku, aku salah" kepada isteri-nya, bagaimanapun keadaannya. !!!
Maka, keegoannya terus ia pertahankan dan istri selalu diposisikan "bersalah", ia tidak pernah meminta maaf kepadanya, yang kemudian menyeretnya kepada kehancuran rumah tangga dan kalimat "cerai" pun tak terhindarkan, padahal sangat mungkin rumah tangga itu bisa dilanggengkan dengan ucapan "maafkan suamimu, sayang".
KETIKA "RASA GENGSI" IKUT CAMPUR
Seorang istri pernah menceritakan tentang pengalamannya:
Dahulu, kehidupanku bersama suamiku demikian bahagia. Akan tetapi itu semua berubah ketika terjadi beberapa percekcokan tentang urusan rumah. Waktu itu aku tinggal bersama di rumah mertuaku, maka aku memutuskan untuk pindah dan keluar dari rumah mertuaku, walaupun sendirian. Suamiku menolak rencanaku dan menjelaskan, bahwa ia suatu hari nanti akan bisa memiliki rumah sendiri.
Dan terkadang suamiku memberi alasan tidak bisa meninggalkan ibunya, dan lain-lain, sampai suatu hari, terjadilah perselisihan antara aku dengan suamiku. Aku memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah mertuaku dan kembali ke rumah orang tuaku, dan aku katakan, jangan menjenguk atau menjemputku sebelum engkau memiliki rumah sendiri. Maka, aku dan suamiku pun sama-sama bersikukuh dengan pendirian masing-masing.
Dan sungguh aku pun akhirnya menyesali perbuatanku. Akan tetapi aku ingin mengetahui sejauh mana kedudukanku di sisi suamiku. Ternyata, suamiku bersikukuh tidak mau memaafkanku dan tidak berusaha meredakan suasana.
Ia mengatakan, "Bertobatlah kepada Allah, dan kembalilah ke rumah ini, jika kamu tidak mau tobat, maka cukup bagiku untuk menceraikanmu."
Demikianlah kepribadian kebanyakan suami, dan sangat sedikit yang bersikap dewasa. Bahkan di antara mereka ada yang sampai tidak mau mengasihi dan menyayangi isterinya, walaupun hanya dengan satu kata yang dicintai isterinya apalagi sampai mau memaafkan isterinya tersebut.
Seorang istri lagi menuturkan:
Para suami kita, sangat disayangkan sekali, mereka sangat mudah mengungkapkan kata-katanya kepada kita, kecuali "ungkapan maaf", bagaimana pun keadaannya. Suamiku sangat temperamental, tabiatnya keras dalam mempergauliku. Ia selalu mengucapkan ungkapan-ungkapan kasar kepadaku, bahkan ia pun pernah memukulku. Dan aku tetap bersabar sekalipun aku dalam posisi yang benar. Tetapi suamiku tidak mau mengubah pendiriannya sampai akhirnya aku yang meminta maaf kepadanya, baik yang salah adalah aku ataupun sebaliknya.
Dengan berlalunya waktu sekian tahun, sikap suamiku kepadaku bertambah jelek, hingga memupus kesabaranku. Setelah terjadi perselisihan antara aku dan suamiku, aku memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuaku. Aku menunggu, semoga suamiku mau datang dan meminta maaf atas perilakunya selama ini atau barangkali ia mau menelponku. Akan tetapi ia tidak melakukan itu semua, sampai aku mendengar tentang dirinya, ia merasa selama ini bersalah, kini menyesal atas perbuatannya yang telah menzhalimi aku. Akan tetapi, ia tidak mau meminta maaf kepadaku, karena keegoisan dan kegengsiannya serta merasa menjadi hina dengan hal itu. Hingga terjadilah cerai atas permintaanku.
Adapun kisah Abu Khalid, ia mengatakan, "Habis sudah kehidupan ku bersama isteriku, padahal aku mencintainya, akan tetapi dengan sebab ketidakharmonisan, dan aku enggan meminta maaf kepadanya, hingga akhirnya aku menerlantarkan anak-anakku hidup tanpa ibu."
Masalahnya adalah, bahwa isteriku adalah karyawati. Maka, aku katakan padanya berkali-kali untuk meninggal kan pekerjaannya dan berkonsentrasi mengurus anak-anak. Akan tetapi isteriku menolak membicarakan masalah itu. Dan ketika aku larang dia berangkat ke kantor, terjadilah perselisihan antara aku dengan dia. Dan aku terpeleset salah dalam berkata, aku mengatainya agak lama, maka ia pun pergi pulang ke rumah orang tuanya.
Maka, ia pun mengingatkan agar aku meminta maaf dan mengetahui kesalahanku ketika mengatai dirinya. Akan tetapi aku menjadi sombong dan aku pun menceraikannya hanya untuk mempertahankan harga diriku sebagai laki-laki. Kini aku benar-benar menyesal dengan penuh penyesalan.
TERAPI JIWA ADALAH SOLUSINYA
Dr. Najwa Ibrahim, seorang Guru besar Psikologi menjelaskan, bahwa pendidikan dan latar belakang hidup seseorang bisa berdampak sangat penting dalam cepatnya dia meminta maaf atau tidak. Beliau berkata, di antara sebab-sebabnya adalah sebagai berikut:
  • Metode pendidikan yang telah memberi pengaruh kepadanya sehingga dia begitu sulit meminta maaf atau mengungkapkan kata "maaf" .
  • Diantara metode ini adalah metode yang ditanamkan kepada kita ketika kecil dalam meminta maaf, baik suka atau tidak. Meminta maaf dikaitkan dengan emosi dan dari pihak yang kalah.
  • Pandangan atau keyakinan yang tidak rasional yang tertanam didalam fikiran kita dan begitu besar dampaknya adalah "bahwa laki-laki tidak boleh meminta maaf kepada perempuan";
  • Anggapan, orang yang meminta maaf itu lemah kepribadiannya.
Maka, sudah semestinya seorang suami atau isteri merasa, bahwa ketika perilakunya menimbulkan kemarahan atau melukai perasaan pasangannya, ungkapan "maaf" lah yang bisa menghilangkan "ketersinggungan hati dan mencairkan ketegangan".
Meminta maaf pada saat yang tepat juga bisa menghilangkan banyak hal yang bisa merusak hubungan suami isteri, andai tidak segera dieliminir.
MEMINTA MAAF ADALAH SIFAT JANTAN
Dr. Muhammad Musthafa, Guru Besar psikologi dan sosiologi Univ. Malik Su'ud, mengatakan bahwa meminta maaf adalah merupakan wujud sifat jantan dari seorang suami atau siapapun yang berbuat salah. Meminta maaf bukan sifat yang dimiliki oleh orang yang lemah, sebagaimana persangkaan sebagian orang, di mana mereka mengatakan:
Semua orang pernah berbuat salah, namun sedikit orang yang jantan meminta maaf dari kesalahannya kepada orang lain. Apalagi jika yang dimintai maaf itu adalah isterinya. Sebab, setiap suami berbeda-beda cara dan tabiatnya. Sebagian meminta maaf dengan cara tidak langsung akan tetapi mencapai tujuan dan sebagian menghindar dari masalah yang ia alami karena demi masa depan dan kejiwaan anak-anaknya yang akan hancur bila mereka berpisah. Ada sebahagian suami yang berlebih-lebihan, ia menolak meminta maaf karena gengsi dan egois, padahal para pakar psikososial menyatakan bahwa meminta maaf bukanlah hal yang jelek.
Maka, meminta maaf adalah sesuatu yang mesti dilakukan, dan bagi orang yang bersalah lebih ditekankan lagi. Apabila seseorang berbuat salah, maka tidak ada yang layak baginya selain meminta maaf.
Orang yang bersikukuh menolak meminta maaf kepada pasangannya dengan alasan akan mengurangi kehormatannya, maka orang yang demikian terkena penyakit jiwa. Sebab, diantara sifat kemuliaan adalah meminta maaf ketika berbuat salah kepada orang lain.
ADA APA DENGAN SIFAT LAKI-LAKI
Sifat kejantanan mengarahkan seseorang untuk meminta maaf jika berbuat salah kepada isterinya atau kepada orang lain. Sebab jantan berarti jujur dan luhurnya budi pekerti. Di saat seorang suami meminta maaf, maka ia tidak jatuh di mata isterinya atau akan jatuh harga dirinya sebagaimana gambaran sebagian suami. Bahkan itu akan mengangkat kedudukannya di mata isterinya; sebab itu akan menjadi pelajaran dalam amanah dan keluhuran budi dan kehormatan itu sendiri.
Maka, meminta maaf bukan merupakan kelemahan, bahkan kelemahan itu sendiri adalah seseorang menyembunyikan kesalahannya dan berlindung dibalik kesombongan dan bersikukuh dengannya.
Dan banyak problem suami isteri diawali dengan adanya kesombongan sang suami dan enggan untuk meminta maaf kepada isterinya ketika ia mema-rahi sang isteri. Maka, sudah semestinya para suami ingat, bahwa dengan ia meminta maaf atas kesalahan kepada isterinya, akan bisa mengembalikan "air" ke dalam alirannya, mengembalikan perasaan romatis, merekahnya kecintaan di antara kalian berdua, walaupun sifat kelaki-lakianmu merasa enggan untuk itu.
Mintalah maaf kepada istrimu atas kesalahan dan kelalaianmu, wahai para suami! Walau tidak kau sampaikan secara langsung. Sebab dengan itu rumah tangga akan menjadi damai, sejahtera dan harmonis.
Semoga!
Sumber: Majalah ad Dakwah, dengan beberapa pengurangan sub bab dan kalimat. (Abu Muhammad)

Istimewanya Wanita Islam

Istimewanya Wanita Islam

Kaum feminis bilang susah jadi wanita ISLAM, lihat saja peraturan dibawah ini :
  1. Wanita auratnya lebih susah dijaga berbanding lelaki.
  2. Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya.
  3. Wanita saksinya kurang berbanding lelaki.
  4. Wanita menerima pusaka kurang dari lelaki.
  5. Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak.
  6. Wanita wajib taat kpd suaminya tetapi suami tak perlu taat pd isterinya.
  7. talak terletak di tgn suami dan bukan isteri.
  8. Wanita kurang dlm beribadat karena masalah haid dan nifas yg tak ada pada lelaki.
makanya mereka nggak capek-capeknya berpromosi untuk "MEMERDEKAKAN WANITA ISLAM"
Pernahkah kita lihat sebaliknya (kenyataannya)??
Benda yg mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan ditempat yg teraman dan terbaik. Sudah pasti intan permata tidak akan dibiar terserak bukan?
Itulah bandingannya dgn seorg wanita. Wanita perlu taat kpd suami tetapi lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama dari bapaknya. Bukankah ibu adalah seorang wanita?
Wanita menerima pusaka kurang dari lelaki tetapi harta itu menjadi milik pribadinya dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, manakala lelaki menerima pusaka perlu menggunakan hartanya utk isteri dan anak-anak.
Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak, tetapi setiap saat dia didoakan oleh segala makhluk, malaikat dan seluruh makhluk ALLAH di mukabumi ini, dan matinya jika karena melahirkan adalah syahid.
Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggungjawabkan terhadap 4 wanita ini: Isterinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara perempuannya.
Manakala seorang wanita pula, tanggungjawab terhadapnya ditanggung oleh 4 org lelaki ini: Suaminya, ayahnya, anak lelakinya dan saudara lelakinya.
Seorang wanita boleh memasuki pintu Syurga melalui mana mana pintu Syurga yg disukainya cukup dgn 4 syarat saja : Sembahyang 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat suaminya dan menjaga kehormatannya.
Seorg lelaki perlu pergi berjihad fisabilillah tetapi wanita jika taat akan suaminya serta menunaikan tanggungjawabnya kepada ALLAH akan turut menerima pahala seperti pahala org pergi berperang fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata.
Masya ALLAH ... demikian sayangnya ALLAH pada wanita .... kan?